Potensi dan Solusi Tepat Guna untuk Mengatasi Krisis Pangan di Indonesia - SMP Edu Global Bandung - Sekolah Bilingual dan Nasional Plus

Welcome to

SMP Edu Global Bandung

Smart | Righteous | Talented

Potensi dan Solusi Tepat Guna untuk Mengatasi Krisis Pangan di Indonesia

     

    Ketahanan pangan merupakan isu multidimensi yang meliputi aspek politik, sosial, ekonomi, budaya, ketahanan, dan lingkungan. Dimana aspek politik lebih mendominasi dalam pengambilan keputusan (Suryana, 2014). Ketidaktepatan jumlah pangan atau pola konsumsi pada suatu masyarakat bisa mengakibatkan krisis pangan. Pada tahun 2023, dilaporkan ada 281,6 juta orang dari 59 negara (wilayah) yang mengalami kelaparan atau krisis pangan (join research center, 2023). Krisis pangan sendiri berarti proses terjadinya penurunan asupan pangan dan gizi masyarakat. Di Indonesia, menurut pasal 1, UU no. 18 tahun 2012 tentang pangan, krisis pangan dapat diartikan sebagai keadaan kelangkaan pangan yang dialami oleh sebagian besar masyarakat di suatu wilayah tertentu. Hal ini diakibatkan oleh masalah pendistribusian pangan, dampak perubahan iklim, bencana alam, dan lingkungan serta adanya konflik sosial termasuk akibat perang. Contohnya, ketika terjadi bencana alam di daerah Agats, suku Asmat mengalami kekurangan pangan dan terisolasi jarak dari pusat kota. Lalu, permasalahan ini ditindaklanjuti dengan mendistribusikan bantuan berupa mie instan dan minuman serbuk berenergi. Namun, setelah sekian lama mengkonsumsi mie instan (terutama yang mentah) dan serbuk berenergi, kualitas kesehatan di wilayah ini menjadi sangat menurun. Akibatnya, ada 627 anak yang mengalami gizi buruk pada masyarakat itu sampai dengan 71 anak diantaranya meninggal dunia.

     Krisis pangan yang terjadi tidak hanya, bencana alam, melainkan juga karena pemilihan jenis makanan konsumsi ketika kejadian luar biasa (KLB) bencana alam, yang kurang tepat. Mereka beralih dari memakan sagu sebagai makanan pokok menjadi mie instan (seringkali tanpa diolah) dan tidak mencari makanan lain sebagaimana dilakukan sebelum bencana alam. Dengan adanya fenomena ini, tulisan ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat supaya lebih bijaksana saat memilihkan bantuan pada daerah yang mengalami krisis pangan dan tentunya memperhitungkan nilai-nilai gizinya seperti RUTF (Ready to Use Therapeutic Foods) yang memang biasanya disiapkan saat terjadi bencana atau perang. Hal ini sangat perlu dilakukan supaya tidak menimbulkan masalah baru pada daerah yang mengalami krisis pangan. 

Penyebab Food Crisis

Lingkungan

Populasi penduduk yang meningkat di dunia juga diikuti dengan polusi yang meningkat dan mengakibatkan perubahan iklim. Dampak dari perubahan iklim dan cuaca ini bisa kita lihat di Afrika, sebelum tahun 1999 musim hujan buruk terjadi setiap lima atau enam tahun sekali. Saat ini para petani di Afrika bergulat dengan kurangnya curah hujan setiap dua atau tiga tahun sekali, menurut International Livestock Research Institute. Di seluruh Afrika produktivitas pertanian menurun sebesar 34% karena  perubahan iklim terbanyak dari seluruh dunia. Hal ini juga bisa kita temukan di Indonesia, dimana perubahan iklim berpengaruh terhadap ketahanan pangan yang mengakibatkan pergeseran musim hujan atau kemarau yang sangat mempengaruhi pola dan waktu tanam tanaman pangan. Perubahan iklim ditandai dengan suhu yang semakin tinggi, curah hujan yang semakin berkurang, dan tidak menentu.

Lembaga penelitian padi di Filipina, melaporkan bahwa peningkatan suhu 1 derajat celcius, dapat mengakibatkan terjadinya penurunan panen padi sebesar 10%. Degradasi tanah juga menjadi ancaman bagi ketahanan pangan,lahan terdegradasi dalam definisi lain adalah lahan tidak produktif atau lahan kritis. Di Indonesia lahan yang sudah terdegradasi berat atau telah menjadi lahan kritis luasnya sekitar 48,3 juta ha atau 25,1% dari luas wilayah Indonesia. Hal ini menyebabkan penurunan produktivitas pertanian di Indonesia. 

Ekonomi

Pandemi akibat COVID - 19 juga berdampak besar pada sosio ekonomi dan ketahanan pangan dunia. Di banyak negara,pekerja industri makanan dimoderasi karena pandemi COVID-19 yang menyebabkan pabrik makanan mengurangi atau memperlambat produksinya. Penutupan maskapai penerbangan, pembatasan nasional dan internasional serta lockdown telah sangat mengganggu rantai pasokan makanan. Hal ini ditambah dengan kelemahan struktural dalam sistem pangan dunia, seperti produksi, distribusi, akses, dan stabilitas rantai pangan telah membuat orang terkena krisis pangan dan kelaparan akut di dunia. Pandemi yang berlangsung sampai dengan hampir 3 tahun mengganggu berbagai sektor di Indonesia. Salah satu sektor yang terdampak adalah pertanian. Pada saat itu, petani sangat kesulitan untuk mengerjakan sawah ladang dan juga mendistribusikan hasilnya. 

Politik

Perang dan konflik juga adalah salah satu penyebab besar krisis pangan. Terjadi perlawanan warga Palestina yang telah berperang beberapa kali dengan Israel sejak mereka mengambil alih kekuasaan di Gaza pada tahun 2007. Perang Israel-Palestina telah melahirkan krisis kemanusiaan termasuk krisis pangan tentunya.

Tahun 2023, perang kembali melanda dan kembali terjadi adanya krisis pangan.Krisis pangan yang dialami Palestina selama satu bulan lebih sampai sejak saat itu sebagai akibat dari perang yang terjadi di Gaza yang dilakukan oleh Israel sangat memprihatinkan. Krisis pangan ini terjadi setelah dimulainya serangan yang dilakukan oleh Hamas pada tanggal 7 Oktober 2023. Sebelum tanggal itu, rata-rata sekitar 500 truk diizinkan masuk ke Jalur Gaza setiap hari. Namun, pada tanggal 9 Oktober 2024 militer Israel mengumumkan blokade total terhadap wilayah yang sudah terkepung,termasuk makanan. Tindakan pemblokiran yang dilakukan oleh Israel bukanlah pertama kalinya dilakukan,sebelumnya pun sudah pernah terjadi. Kurangnya pasokan pangan yang dialami oleh Palestina dipertegas oleh United Nations Food Programme (WFP) melalui Direktur Kedaruratan WFP, Kyung-nan-Park, bahwa sebelum 7 Oktober 2023,sebanyak 33% penduduk menghadapi kerawanan pangan, dan kini dapat dipastikan bahwa 100% penduduk Gaza sudah menghadapinya. Akibat dari pemblokiran yang dilakukan oleh Israel sebanyak 4.923.000 warga Palestina terancam krisis pangan dan imbas krisis pangan ini. Di Indonesia, faktor politik yang menyebabkan krisis pangan adalah kebijakan pemerintah, terutama pada suku Asmat di Papua. Akibat kebijakan pemerintah untuk menebang hutan sebanyak 50.000 ha menyebabkan masyarakat kesusahan mencari dan berburu makanan karena sedikitnya hewan dan tumbuhan disana.


Akibat Krisis Pangan

Malnutrisi dan Kelaparan

Food crisis atau krisis pangan mempunyai banyak dampak dalam malnutrisi dan kelaparan pada anak-anak dan wanita hamil, selama kehamilan, pola makan yang buruk dan kekurangan nutrisi penting akibat krisis pangan, dapat menyebabkan anemia, pre-eklampsia, pendarahan dan kematian pada ibu. Hal ini juga dapat menyebabkan lahir mati, berat badan lahir rendah, kurus dan keterlambatan perkembangan pada anak.UNICEF memperkirakan berat badan lahir rendah mempengaruhi lebih dari 20 juta bayi baru lahir setiap tahunnya. Gizi yang buruk selama menyusui mempersulit ibu untuk mengisi kembali simpanan nutrisinya dan memenuhi kebutuhan  makanan tambahannya. Anak-anak pun terkena dampaknya, karena kekurangan makanan dan gizi, anak-anak dibawah 5 tahun mengalami stunting, wasting, dan underweight. Wasting dapat menyebabkan lemahnya kekebalan (sistem imunitas) pada tubuh anak, gangguan perkembangan otak, hingga bisa mengakibatkan kematian.

Ketidakstabilan Ekonomi

Food crisis atau krisis pangan juga mengakibatkan harga makanan naik, IMF memprediksikan pertumbuhan ekonomi sebesar 3,2 persen di tahun 2022 dan 2,9 persen di 2023. Sedangkan kemampuan fiscal space negara berkembang terbatas. Karena situasi ini, maka memicu hutang publik meningkat, setidaknya 60% bagi negara berpendapatan rendah dan negara berkembang yang tidak terlindungi oleh jaminan perlindungan sosial. Sehingga  ada kesenjangan cukup besar yang harus dikelola oleh negara berkembang, “Inflasi mencapai 8,7% di negara berkembang dan income per kapita, inflasi ini angka rata-ratanya begitu, tetapi Bapak Ibu, di beberapa negara berkembang, angkanya sangat sangat tinggi,” kata Menlu Retno.

Potensi Solusi

 Salah satu solusi terhadap krisis pangan adalah Pertanian Berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan membantu melestarikan sumber daya alam sekaligus meningkatkan keadilan sosial dan keuntungan ekonomi. Hal ini tidak hanya mengurangi dampak lingkungan dari sistem pertanian tradisional, namun juga menghasilkan hasil panen yang lebih tinggi dan produk yang lebih sehat bagi konsumen.

Inovasi teknologi juga menjadi solusi bagus bagi krisis pangan. Dengan adanya sistem irigasi yang bagus seperti irigasi tetes, yang mengurangi kehilangan air atau pupuk. Sebagian air meresap ke dalam sistem air tanah untuk digunakan kembali untuk irigasi di tahun - tahun mendatang. Tanaman hasil rekayasa genetika (GMO) juga bisa memproduksi lebih banyak panen untuk populasi dunia yang semakin meningkat. Untuk area yang sempit dan perumahan padat maka teknik menanam secara vertikal dan aquaponic bisa menjadi alternatif.

Pemerintah juga harus memiliki peran dalam penyelesaian masalah ini dengan kebijakan yang mendukung ketahanan pangan, seperti subsidi untuk petani skala kecil dan program distribusi pangan.

Paragraf Penutup                 

Krisis ketahanan pangan yang terjadi di dunia atau secara global dan di Indonesia disebabkan oleh faktor politik,ekonomi,dan lingkungan. Kasus nyata yang terjadi di Indonesia mengundang keprihatinan dan penting untuk diselesaikan. Solusi-solusi yang ditawarkan untuk mengatasi krisis pangan di Indonesia antara lain pertanian berkelanjutan, inovasi teknologi tepat guna seperti aquaponic dan pertanian vertikal, dan program distribusi pangan. Dari semua solusi yang ditawarkan penulis berpendapat yang paling bisa dikerjakan secara luas adalah aquaponic dan pertanian vertikal, karena mudah dikerjakan.


Author: Mohamad Hilal Nur Fawwaz (Kelas 8A)


Please write your comments

Join EGS to become a great future leader. Now!